SIAPBELAJAR.COM - مِنْ عَلاَ مَةِ اْلاِعْـتِــمَادِ عَلَى الْعَمَلِ، نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُـودِ الزَّ لــَـلِ
"Di antara tanda-tanda orang yang bersandar pada amal-amalnya, adalah kurangnya ar-raja' (rasa harap kepada rahmat Allah) di sisi alam yang fana."
لاَ الاِعْـتِــمَادِ لَى الْعَمَلِ، انُ الرَّجَاءِ الزَّ لــَـلِ
Syarah/Penjelasan:
Ar-raja adalah istilah khusus dalam terminologi agama, yang secara khusus untuk Allah Ta'ala.
Pasal Al-Hikam yang pertama ini bukan ditujukan ketika seseorang melakukan salah, gagal atau melakukan dosa. Karena ar-raja lebih menyifati orang-orang yang mendekati kedekatan dengan Allah, untuk taqarrub.
Kalimat Wujuudi Zalal artinya segala wujud yang akan hancur, alam fana. Menunjukkan seseorang yang hidup di dunia dan masih terikat oleh alam hawa nafsu dan alam syahwat. Itu semua adalah wujud al-zalal, wujud yang akan musnah. Seorang mukmin yang kuat tauhidnya, sekalipun masih hidup di dunia dan terikat pada semua wujud yang fana, namun harapannya semata kepada Allah Ta'ala.
Seorang mukmin yang kuat tauhidnya, sekalipun masih hidup di dunia dan terikat pada semua wujud yang fana, namun harapannya semata kepada Allah Ta'ala
Jika kita berharap akan rahmat-Nya, maka kita tidak akan menggantungkan harapan kepada amal-amal kita, baik itu besar atau pun kecil. Dan hal yang paling mahal dalam suluk adalah hati, yaitu apa yang dicarinya dalam hidup. Dunia ini akan menguji sejauh mana kualitas raja (harap) kita kepada Allah Ta’ala.
Rasulullah saw. bersabda:
“Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya.” Ditanyakan, “Sekalipun engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Allah telah memberikan rahmat kepadaku.” – H.R. Bukhari dan Muslim
Orang yang melakukan amal ibadah itu pasti punya pengharapan kepada Allah, meminta kepada Allah supaya hasil pengharapannya, akan tetapi jangan sampai orang beramal itu bergantung pada amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah itu Allah, sehingga apabila terjadi kesalahan, seperti, terlanjur melakukan maksiat, atau meninggalkan ibadah rutinnya, ia merasa putus asa dan berkurang pengharapannya kepada Allah Aza Wajalla, sehingga apabila berkurang pengharapan kepada rahmat Allah, maka amalnyapuan akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal.
Seharusnya dalam beramal itu semua dikehendaki dan dijalankan oleh Allah. sedangkan dirikita hanya sebagai media berlakunya Qudrat Allah.
Kalimat: Laa ilaha illallah. Tidak ada Tuhan, berarti tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali Allah, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tidak ada yang memberi dan menolak melainkan Allah.
Pada dasarnya syari’at menyuruh kita berusaha dan beramal. Sedang hakikat syari’at melarang kita menyandarkan diri pada amal dan usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia dan rahmat Allah subhanahu wata’ala.
Apabila kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, batu, kayu, pohon, kuburan, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seakan-akan merasa sudah cukup kuat dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, taufik, hidayat dan karunia Allah subhanahu wata’ala.
(Sumber: kitab Al-hikam Ibn Atthoillah)
Religi
Religi
20 January 2023 - 08:39 wib
17 January 2023 - 08:56 wib
07 January 2023 - 13:24 wib
03 January 2023 - 07:50 wib
16 December 2022 - 16:45 wib
16 December 2022 - 16:44 wib
20 November 2022 - 08:40 wib
17 November 2022 - 12:33 wib
15 November 2022 - 11:34 wib
27 October 2022 - 13:49 wib
5 bulan lalu
Pian Nopian :
5 bulan lalu
Pian Nopian :
5 bulan lalu
Desi Nopian :